Selasa, 04 September 2012

Kebiasaan Mematikan




“Asap mengepul, keluar dari pembakaran. Ya,, hasil dari pembakaran zat-zat mematikan. Meski mematikan tetap menjadi konsumsi harian, untuk mereka yang belum tersadarkan.”


***


Kicau burung semakin santar terdengar dibalik pagar yang ditumbui bunga-bunga yang nampak segar. Gemercik air mengalun syahdu, dari taman buatan dipojok halaman belakang rumahku. Indah terlihat, namun aku tak dapat menikmati indahnya, keindahan suasana tidak membuatku bahagia, gundah dan gelisah menjadi penyebabnya.


Aku adalah seorang isteri yang telah dipersunting oleh suamiku sepuluh tahun yang lalu. Suamiku adalah orang yang berwawasan dan memiliki prilaku yang baik. ia taat beribadah, yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Namun, sepuluh tahun sudah aku bersamanya, tetapi aku belum mendapatkan kebahagiaan yang sempurna. Bukan saja kerena aku belum dikaruniakan anak, tetapi akibat kebiasaan merokoknya yang membuatku gundah dan tersiksa.


Suamiku terus bertahan dengan kebiasaan buruknya itu, meski aku telah berusaha agar ia dapat meninggalkan kebiasaannya. Bau busuk asapnya menyebar ditubuh dan pakaiannya, hingga aku semakin tersiksa bahkan sampai berpikir untuk meminta carai kepadanya.


Bulan ke sepuluh ditahun ke sepuluh usia pernikahanku, akhirnya aku dikaruniakan anak. Hal inilah yang kemudian menghalangiku untuk meminta cerai kepdanya. Meskipun ia masih saja bertahan dengan kebiasaan buruknya. Kini yang kulakuan hanya sebatas doa agar ia terlepas dari kebiasaan buruknya.


Pada Suatu malam aku terbangun, kuliahat jam menunjukan sepertiga malam. Kulangkahkan kakiku ketempat dimana akau dapat membasuh wajah tangan kepala dan kakiku dengan segarnya air wudhu. Salam terucap dua rakaat telah lengkap, ketika aku ingin menmbah jumlah rakaat, tiba-tiba aku tersentak, suara batuk dan dahak anakku memecak sunyinya malam. Kulangkahkan kakiku ketempat pembaringan anakku, dan aku tak kuasa melihatnya, anaku yang belum genap lima tahun dimulutnya keluar darah segar yang keluar bersamaan dengan dahak dan batuknya. Aku menggendong anakku dan aku berusaha untuk mendiamkannya dari tangisnya, mungkin karena rasa sakit yang dideritanya. Tidak lama berselang suamiku terbangun dan berusaha menenangkan suasana saat itu, karena anakku tidak hentinya batuk, akhirnya suamiku memutuskan untuk membawanya ke rumahsakit terdekat malam itu juga. Ruang ICU menjadi tempat yang dituju untuk kebaikan anakku.


Subuh berkumandang, aku dan suamiku menjawab panggilan itu. Setelah selesai, kami diajak bertemu dengan dokter yang menangani anakku. Dokter menjelaskan bahwa anak kami terkena penyakit paru-paru. Akau tidak percaya dan menyangka, bahkan akau berpikir bahwa ini adalah mimpi belaka, bagaimana mungkin anakku yang sekecil itu terkena penyakit yang mematikan itu. Tetapi aku sadar, aku tidak bermimpi, yaa ini kenyataan yang tidak dapat dielakan. Dokter pun menjelaskan, bahwa lingkungan yang menjadi penyebab anakku terkena penyakit itu.


Suamiku lantas mengeluarkan airmatanya, aku dipeluk dan ucapan maaf keluar dari mulutnya. Ia tersadar bahwa kondisi anakku saat ini akibat perbuatannya, yang belum sadar bahwa asap rokok yang ia hasilkan mengancam keselamtan, bukan hanya pada dirinya juga orang-orang yang ada disekitarnya.


***


“Hisapan yang menimbulkan kenikmataan sesaat, namun berimbas pada kemudhorotan yang tidak terbatas. Jadilah orang yang tersadarkan akan bahaya benda yang merugikan bahkan mematikan, bunglah dari tangan anda, jauilah dari mulut anda, dan mari bersama bertekad untuk tidak membiasakannya bahkan sekali-kali tidak mencobanya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar