Bencana yang
menimpa negeri ini memang tak pernah kenal kata henti. Meski sejenak, namun
terus silih berganti menghampiri. Bencana yang ada dan menimpa negeri ini
memang terbilang ironis. Hal ini disebabkan negeri ini tidak hanya berhadapan
dengan satu jenis bencana saja, melainkan berbagai jenis bencana yang hampir
meliputi semua komponen lingkungan dalam menopang kehidupan. Lihatlah luapan
lumpur Lapindo yang kian hari mengeluarkan isi dari dalam perutnya tanpa henti.
Mari tengok bancana kebakaran hutan dikala kemarau panjang. Dapat juga kita lihat
potret kota metropolitan dengan keangkuhan gedung pencakar langitnya, namun tak
banyak bicara di kala hujan lebat tiba. Banjir pun setia menemani kota Jakarta.
Tak hanya sebatas itu, negeri ini selalu dibayangi kewaspadaan jika sewaktu-waktu goncangan hebat
menggetarkan bumi Indonesia, bahkan sampai-sampai meluapkan muntahan air di
lautan. Wajar saja negeri ini rawan dengan bencana, empat lempeng tektonik
berada di bawah gugusan pulau ini. Bahkan deretan gunung berapi kian menambah
kewaspadaan kita akan bencana yang terjadi di negeri ini.
Dalam
beberapa dekade belakangan ini, bencana yang terjadi di Indonesia kian marak,
mulai dari bencana yang secara langsung berasal dari tangan ulah manusianya
sampai pada bencana yang berasal dari alam. Masih kental dalam sebuah ingatan
dan dalam benak kita, bencana Tsunami di Aceh yang merenggut ribuan korban jiwa.
Jutaan mata penduduk di belahan dunia berduka. Bencana ini tidak hanya
berdampak pada hilangnya anak dari pangkuan ibunya, hilangnya pekerjaan, hilangnya
orang-orang yang di sayangi, hilangnya
harta, hilangnya kesadaran bahkan sampai hilangnya kepercayaan terhadap Tuhan. Begitulah potret dari dampak bencana
yang pernah menimpa negeri ini. Kehancuran di sana-sini. Kerusakan akibat
terjang gelombang pasang. Retakan dari getaran gempa yang meruntuhkan. Hingga korban
pun banyak berjatuhan.
Masih ingatkah
kita pada pelajaran yang diberikan langsung dari suatu negeri yang belum lama
ini berduka akibat bencana? Pelajaran kesiapsiagaan, pelajaran kemandirian,
pelajaran kedewasaan, juga pelajaran kesanggupan dalam menangani bencana.
Bahkan rentetan bencana dari dampak gempa dan tsunami pun dapat teratasi dengan
sigap oleh seluruh komponen warga dari negeri sakura tersebut. Jepang telah
berhasil memberikan pelajaran yang berarti untuk negara di seluruh dunia dan
berhasil mendapat apresiasi tinggi karena pelajaran kesiapsiagaan menanggulangi
dampak dari bencana yang dicontohkannya. Bahkan cap negeri “siap akan bencana”
pun pantas disandingkan. Meski korban yang berjatuhan mencapai ribuan, namun
tak mengurangi arti dari kesiapsiagaan warga Jepang dalam menggulangi bencana.
Bagaimana
dengan Indonesia? Apa yang akan terjadi jika bencana yang belum lama terjadi di
Jepang menimpa negeri kita tercinta? Jepang saja, negara yang secara
keseluruhan tumbuh atas naungan teknologi yang dapat dijumpai di setiap sisi
negaranya hanya bisa mengurangi dampak dari bencana tersebut hingga tidak
memakan korban yang banyak. Pertanyaan yang wajib di jawab dari pertanyaan yang
ada di awal. Bengaimana dengan Indonesia? Sudah siapkah dengan kesigapan dalam
menghadapi bencana yang mungkin dalam waktu dekat ini akan terjadi lebih dari
apa yang pernah terjadi dalam tsunami 2004 silam, bahkan lebih dari bencana
yang belum lama terjadi di Jepang. Jika menelisik kebelakang sudah semestinya
kita belajar banyak dari apa yang pernah terjadi dari rangkaian bencana yang
pernah terjadi, jika kita belajar dari bencana tsunami 2004 silam, rasanya tujuh
tahun lamanya menjadi waktu yang ideal untuk negeri ini belajar lebih banyak
dalam kesigapan menghadapi bencana.
Jika negara
ini belajar dari Jepang dalam menangulangi bencana dan kesigapan dalam
menghadapi bencana, maka sudah kepastian negeri kita kalah dari segi teknologi
dalam menaggulangi bencana. Namun upaya belajar tersebut dapat kita ambil dari
budaya yang melekat pada warga negara jepang, dimana kebiasaan disiplin di
segala aspek kehidupan di terapakan, mulai dari disiplin diri, disiplin waktu,
disiplin keberisihan, disiplin pergaulan hingga disiplin dalam memenfatkan
sumber daya alam.
Berbicara
budaya yang nantinya dapat menyelamatkan bencana atau sekedar mengurangi dampak
dari apa yang terjadi paska bencana adalah sebuah keniscayaan, hal itu terbukti
dengan budaya yang di terapkan oleh negara Jepang dalam memandang kearifan lokal (local
wisdom) yang di terapakan hingga menjadi nilai yang baik dan tertanam dalam
diri warga Jepang, termasuk dalam upaya mengurangi dampak dari bencana sampai
pada kesigapan dalam menangulangi bencana. Indonesia pun dapat menlaksanakan
hal itu bahkan lebih dari apa yang sudah dilaksanakan oleh warga jepang, jika
semua lapisan masyarakat Indonesia dapat memahami lebih jauh dari kearifan
lokal yang mengakar dari inti kebudayaan.
Dalam
pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris
Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat,
sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local
wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Jika local wisdom ini
di jadikan dan diarah menjadi suatu hal yang bersifat positif dan mengarah pada
kebiasaan yang baik hingga terciptanya kebudayaan yang tertanam maka pada
hakikatnya sebuah keniscayaan perubahan itu terjadi.
Perubahan
yang seperti apakah yang menuntut dan dapat menjadikan negara ini dapat
menanggulangi bencana yang natinya akan terjadi. Jika kearifan lokal menjadi
salah satu jalan yang nantinya menjadi titik dalam mengarahkan perubahan, maka
negara ini harus menciptakan kesadaran hingga tumbuh rasa untuk menanamkan
kebudayaan yang baik, sehingga perubahan yang dinantikan itu menjadi cermin
untuk melangkah dalam berprilaku yang mengarah pada kreatifitas, kemampuan juga
menghadirkan penemuan-penemuan baru. Jadi kearifan lokal yang menjelma
menjadi kebuudayaan menjadi manifestasi kehidupan seseorang atau kelompok unuk
mrngubah alam mejadi lebih baik lagi.
Elly
Burhainy Faizal dalam SP Daily tanggal 31 Oktober 2003 dalam
http://www.papuaindependent.com, mencontohkan beberapa kekayaan budaya,
kearifan lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan alam yang pantas
digali lebih lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya sekarang dan yang akan
datang. Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah:
1. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam
adalah aku). Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah
dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan
sumber daya alam secara hati-hati.
2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian
lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam
berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana‘
ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan
tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat.
4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini
mengembangkan kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan
mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi
dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga
penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah
lingkungan.
5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa
Barat. Mereka mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan
hutan hati-hati, tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat
6. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.
Dari
berbagai kearifan lokal yang tertera di atas, jelas sekali jika dapat di maknai
lebih dalam, maka secara keseluruhan aktifitas dalam kearifan lokal itu
bersentuhan dengan alam dan memungkinkan upaya dalam mengurangi dampak dari
bencana yang di timbulkan oleh alam pun dapat terjadi, tak sebatas itu saja,
kearifan lokal dapt menjadi langkah dalam upaya melestarikan alam.
Berbicara kearifan
lokal memang sudah seharusnya bangsa ini mau dan aktif dalam melestarikan
kebudayaan yang bersentuhan langsung dengan alam sehingga keseimbangaan alam
tetap terjaga. Namun tidak lengkap
rasanya hanya sebatas mengandalkan kearifan lokal yang meletarikan alam, karena
pada dasarnya hal tersebut hanya bagian dari upaya preventif dari bencana
alam yang akan terjadi. Pertanyaanya, bagaimaa dengan upaya represif ?
yaitu upaya yang di lakukan paska bencana alam?
Dahulu
negara ini terkenal dengan jiwa negara yang siap dalam tolong-menolong lalu
juga di kenal dengan negara gotong-royong. Dari sebuah semangat dalam gotong royong
tersebut, seharusnya negara ini sudah mempunyai modal awal yang besar dalam
upaya refresif menaggulangi bencana. Namun apakah sudah berjalan dengan baik?
Berbicara
gotong royong, merupakan kebudayaan yang harus di lestarikan, berawal dari
kebiasaan nenek moyang negeri ini yang mau dan mempunyai semangat berbagi,
semangat tolong menolong, juga semangat kebersamaan. Jika hal positif ini di
kembangkan dan di aplikasikan dalam kehidupan saat ini, maka tidak menutup
kemungkinaan penanggulangan paska bencana dapat teratasi secara berangsur.
Mulai dari penataan kembali lingkungan yang rusak secara bersama hingga
penataan keseluruhan dalam mengukir kembali apa yang dahulu telah ada, sampai
pada penataan kesadaran diri dalam budaya hidup bersih, budaya membuang sampah
pada tempatnya. Karena meski dari hal terkecil inilah titik awal dari perubahan
menuju inidonesia yang lebih berbudaya dan tentunya berbudaya dalam menjaga
kelestarian alam, berbudaya dalam hidup saling bergotong royong juga berbudaya dalam
disiplin di segala bidang. Jadi dengan modal itulah, keniscayaan bangsa ini
menjadi lebih baik akan tercipta. Bahkan menjadi negara yang benar siap dalam
menaggulangi bencana dan juga siap menjadi kelestarian alamnya.
Demikianlah
proses menuju kedewasan bangsa ini dalam menyikapi bencana, baik dalam upaya
mengurangi dampak bencana baik dari alam maupun dari ulah manusiaanya. Atas
dasar kesadaran, semangat kebersamaan dalam melestarikan kearifan lokal, juga
semangat menuju perubahan maka sudah sepantasnya Indonesia menjadi negara yang
dengan budayanya dapat menyelamatkan bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar