Hidup itu tak terlepas dari yang namanya “mencari”. Mencari apapun, bahkan sejarah mencatat manusia pertama yang ada di bumi, dihadapkan dengan “pencarian” setelah dipisahkan. Tentu kita semua tahu, manusia pertama itu Nabi Adam yang berusaha mencari “Hawa”, tulang rusuknya yang berpisah ketika nereka diturunkan ke dunia.
Fase mencari setiap kita tentu berbeda. Tahap mencari dari masa ke masa pun berbeda. Seorang anak SD dihadapakan dengan pencarian sebuah “pensil warna” yang hilang saat jam pelajaran menggambar di kelasnya. Beda halnya dengan seorang Ayah, yang dihadapkan dengan “pencarian" penghidupan yang layak bagi keluarganya. Jadi, kita sepakat hidup itu tidak terlepas dari yang namanya “mencari”.
***
Kali ini saya akan membahasa makna “mencari” yang lebih dalam dan sesuai dengan fase yang saya alami saat ini dan mungkin kalian juga. Mencari apakah itu? Ya, mencari “pasangan hidup”. Pencarian dalam konteks ini, membutuhakan pemikiran yang dalam, massif, terstuktur dan sistematis. Hehehe ga segitunya kali, tetapi yang jelas mencari pasangan hidup itu tidak semudah mencari pensil warna yang hilang. Sepakat kan? Saking tidak mudahnya, banyak teori yang bermunculan agar proses “pencarian” ini berbuah kebahagiaan.
Ada teori yang menarik, namanya mencari yang semestinya dicari. Teori ini saya dapatkan dari seminar yang disampaikan oleh ustadz Yusuf Mansur dengan tema “Semua Bisa Jadi Penganten”. Saya yakin, semua peserta termasuk saya yang hadir dalam seminar tersebut, ingin sekali mendapatkan ilmu tentang bagaimana caranya jadi penganten. Kenyataannya, ustadz Yusuf Mansur tidak berbicara tentang materi tersebut, tetapi beliau mengajak seluruh peserta mentadabburi Quran Surah Al-Ikhlas. Loh pencarian saya tentang ilmu jadi penganten, gagal dong? Tidak, justru dari seminar tersebut saya menyadari bahwa pencarian untuk mendapat pasangan itu harus diawali dengan mencari yang semestinya dicari. Siapakah yang semestinya dicari? Yaitu Allah SWT.
Usaha kita dalam mencari Allah itu salah satunya dengan “Ngopeni Quran”. Nah inilah inti dari materi yang disampaikan ustadz Yusuf Mansur. Lah, emang bisa ya kalau ngopeni Quran terus dapat pasangan hidup? Bisa InsyaAllah bisa. Saya jadi teringat kisah Nabi Ismail bersama Ibunya, Siti Hajar. Kisah ini membuktikan jika apa yang kita cari belum tentu mendapat sesuai apa yang kita cari. Saat itu Siti Hajar dan nabi Ismail ditinggal di tengah gurun yang panas dan jauh dari mata air. Nabi Ismail yang saat itu kehausan, membuat Siti Hajar berusaha mencari air dengan berlari-lari dari bukit Safa ke Marwa sampai tujuh kali. Apakah Siti Hajar mendapatkan apa yang ia cari? Tidak. Justru air muncul di dekat Nabi Ismail. Kisah ini membuktikan bahwa apa yang kita cari belum tentu itu yang akan kita dapatkan, tetapi jika Allah yang kita cari maka Allah kelak akan memberi.
***
Mencari yang Semestinya dicari. Termasuk ketika mencari pasangan hidup. Siapakah yang semestinya dicari? Allah-lah yang harus dicari. Ketika Allah yang dicari, maka InsyaAllah akan diberi, jauh dari apa yang hendak kita cari.
Semoga menemukan apa yang dicari.. :D
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Hapus